Leasing Syariah Hak Sewa Guna Usaha
Leasing syariah hak sewa guna usaha: Selamat bertemu dalam topik pembahasan leasing syariah hak sewa guna usaha, yang telah kami rangkum dalam sebuah tulisan untuk tujuan pembelajaran yang lebih memadai. Semoga dengan topik pembahasan leasing syariah hak sewa guna usaha ini dapat menambah wawasan pembaca dan membawa banyak mamfaat, berikut ini pembahasannya. Sewa guna usaha atau yang disebut secara umum leasing, pada awalnya di kenal di Amerika Serikat pada tahun 1877. Kegiatan leasing pertama sekali dikenalkan di Indonesia pada tahun 1974 yang berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ilmu ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah).
Pengertian Leasing Syari’ah
Secara umum leasing artinya equipment funding yaitu: pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Leasing berasal dari kata lease yang berarti menyewa, dalam syariah dikenal sebagai Al Ijarah, Al Ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti).
Pengertian Berdasar Mazhab:
• Mazhab Syafi’i:
Suatu transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju secara tertentu bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
• Mazhab Hambali dan Maliki:
Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan
• Mazhab Hanafi:
Transaksi suatu manfaat dengan imbalan.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, pada pasal 1 surat keputusan bersama 3 mentri keuangan, mentri perdagangan, dan mentri perindustrian. NO. KEP-122/MK/IV/2/1974, dan No 30/Kpb/I/1974 7 februari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah: setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk satu jangka waktu secara berkala, disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilali sisa yang telah disepakati bersama.
Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Firman Allah:
“.....dan jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sewa guna usaha syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik.
Sewa guna usaha syari’ah tersebut diatur di dalam:
· Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
· Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
· Surat Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha syari’ah berbeda dengan dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha konvensional, karena sewa guna usaha konvensional diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di dalam KUHPerdata. Kiblatnya Sewa guna usaha konvensional adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas kebebasan berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha syari’ah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, adapun asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang digunakan di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu:
1. Asas kebolehan.
2. Asas kebebasan dan kesukarelawan.
3. Asas pembawa manfaat dan menolak mudharat.
4. Asas kebajikan atau kebaikan.
5. Asas adil dan seimbang.
6. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain.
7. Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
8. Asas mengatur dan memberi petunjuk.
9. Asas kebebasan berusaha.
10. Asas beritikad baik dan di lindungi.
11. Asas mendahulukan kewajiban daripada hak.
Dasar Hukum Leasing Syari’ah
1. Al-Qur’an
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.43:32)
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS.2:233)
2. Hadist
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
“Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua) seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.”
“Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek”
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional
Pihak-pihak yang terlibat antara lain:
a. Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
b. Lessee
Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan
c. Supplier
Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
d. Asuransi
Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.
Macam-macam kegiatan leasing syariah/ ijarah
1. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2. Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarahmuntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a. Hibah
b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
3. Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
Jenis Akad Ijarah
Berdasarkan Objek yang Disewakan
Leasing syariah hak sewa guna usaha, berdasarkan objek yang disewakan ijarah dapat dibagi 2, yaitu :
1. Manfaat atas aset yang tidak bergerak seperti rumah atau aset bergerak seperti mobil, motor, pakaian dan sebagainya.
2. Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseoramg.
Berdasarkan Exposure Draft PSAK 107
Berdasarkan Exposure Draft 107, ijarah dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atau suatu aset atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah atau sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas aset itu sendiri.
2. Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT) merupakan ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu (ED PSAK 107). Perpindahan kepemilikan suatu aset yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah yang muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarahtelah diserahkan kembali kepada pemberi sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah dari akad ijarah sebelumnya.
3. Rukun Ijarah
Rukun ijarah ada tiga macam, yaitu:
1. Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jjir dan penyewa/pengguna jasa/lessee/musta’jir.
2. Objek akad ijarah berupa : manfaat aset/ma’jurdan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah.
3. Ijab Kabul/serah terima.
4. Perbedaan Ijarah (Leasing syariah) dengan Leasing -konvensional
Pengertian Leasing Syari’ah
Secara umum leasing artinya equipment funding yaitu: pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Leasing berasal dari kata lease yang berarti menyewa, dalam syariah dikenal sebagai Al Ijarah, Al Ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti).
Pengertian Berdasar Mazhab:
• Mazhab Syafi’i:
Suatu transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju secara tertentu bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
• Mazhab Hambali dan Maliki:
Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan
• Mazhab Hanafi:
Transaksi suatu manfaat dengan imbalan.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, pada pasal 1 surat keputusan bersama 3 mentri keuangan, mentri perdagangan, dan mentri perindustrian. NO. KEP-122/MK/IV/2/1974, dan No 30/Kpb/I/1974 7 februari 1974, menyebutkan bahwa leasing itu adalah: setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk satu jangka waktu secara berkala, disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilali sisa yang telah disepakati bersama.
Al-Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Firman Allah:
“.....dan jika Kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sewa guna usaha syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik.
Sewa guna usaha syari’ah tersebut diatur di dalam:
· Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
· Peraturan Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
· Surat Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha syari’ah berbeda dengan dasar hukum yang dipakai dalam sewa guna usaha konvensional, karena sewa guna usaha konvensional diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut asas-asas yang berlaku di dalam KUHPerdata. Kiblatnya Sewa guna usaha konvensional adalah hukum Eropa Kontinental, seperti asas kebebasan berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha syari’ah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Leasing syariah hak sewa guna usaha, adapun asas-asas dalam Hukum Perdata Islam yang digunakan di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu:
1. Asas kebolehan.
2. Asas kebebasan dan kesukarelawan.
3. Asas pembawa manfaat dan menolak mudharat.
4. Asas kebajikan atau kebaikan.
5. Asas adil dan seimbang.
6. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain.
7. Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
8. Asas mengatur dan memberi petunjuk.
9. Asas kebebasan berusaha.
10. Asas beritikad baik dan di lindungi.
11. Asas mendahulukan kewajiban daripada hak.
Dasar Hukum Leasing Syari’ah
1. Al-Qur’an
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.43:32)
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketauhilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS.2:233)
2. Hadist
“berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu.”
“berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
“Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga golongan yang pada hari kiamat (kelak) Aku akan menjadi musuh mereka: (pertama) seorang laki-laki yang mengucapkan sumpah karena Aku kemudian ia curang, (kedua) seorang laki-laki yang menjual seorang merdeka lalu dimakan harganya, dan (ketiga) seorang laki-laki yang mempekerjakan seorang buruh lalu sang buruh mengerjakan tugas dengan sempurna, namun ia tidak memberinya upahnya.”
“Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek”
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional
- Fatwa DSN No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH (Berisi tentang Rukun dan Syarat Ijarah, Ketentuan Objek Ijarah, Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah).
- Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK (Berisi tentang Rukun dan Syarat akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik, Ketentuan, dan Hal-hal yang dilakukan jika terjadi perselisihan).
Pihak-pihak yang terlibat antara lain:
a. Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
b. Lessee
Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan
c. Supplier
Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
d. Asuransi
Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan.
Macam-macam kegiatan leasing syariah/ ijarah
1. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2. Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarahmuntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a. Hibah
b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
3. Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
Jenis Akad Ijarah
Berdasarkan Objek yang Disewakan
Leasing syariah hak sewa guna usaha, berdasarkan objek yang disewakan ijarah dapat dibagi 2, yaitu :
1. Manfaat atas aset yang tidak bergerak seperti rumah atau aset bergerak seperti mobil, motor, pakaian dan sebagainya.
2. Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseoramg.
Berdasarkan Exposure Draft PSAK 107
Berdasarkan Exposure Draft 107, ijarah dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atau suatu aset atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah atau sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas aset itu sendiri.
2. Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT) merupakan ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu (ED PSAK 107). Perpindahan kepemilikan suatu aset yang disewakan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah yang muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarahtelah diserahkan kembali kepada pemberi sewa. Kemudian untuk perpindahan kepemilikan akan dibuat akad baru, terpisah dari akad ijarah sebelumnya.
3. Rukun Ijarah
Rukun ijarah ada tiga macam, yaitu:
1. Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jjir dan penyewa/pengguna jasa/lessee/musta’jir.
2. Objek akad ijarah berupa : manfaat aset/ma’jurdan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah.
3. Ijab Kabul/serah terima.
4. Perbedaan Ijarah (Leasing syariah) dengan Leasing -konvensional
Keterangan
|
Ijarah (Leasing Syariah)
|
Leasing -Konvensional
| |
1
|
Objek
|
Manfaat barang dan jasa
|
Manfaat barang saja.
|
2
|
Metode Pembayaran
|
Tergantung atau tidak tergantung pada kondisi barang/jasa yang disewa
|
Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa
|
3
|
Perpindahan Kepemilikan
|
a. Ijarah
Tidak ada perpindahan kepemilikan.
b. IMBT
Janji untuk menjual/ menghibahkan di awal akad.
|
a. Sewa Guna Operasi:
Tidak ada transfer kepemilikan.
b. Sewa Guna dengan Opsi: Memiliki opsi membeli atau tidak membeli di akhir masa sewa.
|
4
|
Jenis Leasing Lainnya
|
a. Lease Purchase
Tidak dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli.
b. Sale and Lease Back
Diperbolehkan
|
a. Lease Purchase
Dibolehkan
b. Sale and Lease Back
Dibolehkan
|
1. Objek
Dalam Ijarah, objek yang disewakan dapat berupa aset maupun jasa/tenaga kerja. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat dari aset disebut sewa-menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja/ jasa disebut upah-mengupah (ujrah). Dalam leasing hanya berlaku untuk sewa-menyewa aset saja, dengan kata lain terbatas pada pemanfaatan aset.
2. Metode Pembayaran
Dalam Ijarah, metode pembayaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to performance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja yang disewa (not contingent to performance). Contohnya: Akad ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang diswakan adalah gaji dan upah. Sedangkan contoh akad ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa disebut ju’alah atau success fee (misalnya bagi siapa yang menemukan handphone yang hilang akan diberi uang sebesar Rp 500.000).
3. Perpindahan Kepemilikan
Pada dasarnya akad ijarah sama seperti operating lease, yakni yang dipindahkan adalah manfaat dari aset yang disewakan. Untuk jenis akad ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT), kepemilikan aset tetap pada pemberi sewa dan si penyewa mengambil manfaat/ menggunakan aset tersebut. Namun pemberi sewa di awal akad berjanji (wa’ad) kepada pihak penyewa, bahwa ia akan melepaskan kepemilikan atas aset yang disewakan kepada penyewa. Pengalihan hak milik atas aset yang bersangkutan dapat dilakukan dengan menjual atau dengan menghibahkannya. Atas pemindahan kepemilikan tersebut akan dibuatkan akad secara terpisah.
Sementara dalam leasing jenis leasing tergantung dari sisi pemberi sewa dan penyewa. Dari sisi pemberi sewa, secara umum dikenal 4 jenis leasing, yaitu: financial lease, sale type lease, operating lease dan capital lease.
Dalam financial lease (sisi lessor) atau capital lease (sisi lessee) adalah merupakan bentuk transfer sebagian besar risiko dan keuntungan kepemilikan yang mengikat pada lessee, periode jangka panjang, dan lessee akan menanggung semua perbaikan dan pada akhir periode memiliki hak untuk membeli karena risiko barang ditanggung olehnya. Dalam operating lease, hak kepemilikan berada pada pemilik aset, yang dialihkan hanya manfaat dari aset tersebut, dengan demikian akad ijarah atau IMBT merupakan operating lease karena yang ditransfer hanya manfaat dari objek ijarah sedang kepemilikannya tetap pada pemberi sewa.
Berdasarkan definisi tersebut maka syariah tidak menghalalkan capital/financial lease karena memiliki akad yang tidak jelas (gharar) antara beli atau sewa, sedangkan untuk operating lease dibolehkan karena bentuknya seperti sewa-menyewa.
4. Jenis Leasing Lainnya
a. Purchase Lease adalah suatu bentuk lease yang menggabungkan antara hak beli dan leasimg sekaligus. Dalam syariah, akad lease-purchase ini diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus atau shafqatain fi shafaqah). Ini menyebabkan gharar dalam akad, yakni ada ketidak jelasan akad: apakah yang berlaku akad sewa atau akad beli.
b. Sale and Lease Back (al bai’tsumma’iadatul ijarah) adalah suatu bentuk lease di mana penjual menjual barang kepada pembeli kemudian pembeli menyewakan kembali kepada penjual. Alasan dilakukannya transaksi tersebut bisa saja si pemilik aset membutuhkan uang sementara ia masih memerlukan manfaat dari aset itu.
5. Perlakuan Akuntansi
A. Akuntansi untuk Pemberi Sewa (Mu’jir)
1. Biaya Perolehan, untuk objek ijarah baik aset berwujud maupun tidak berwujud, diakui saat objek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Aset tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut, dan
b. Biaya perolehannya dapat diukur secara andal.
Jurnalnya adalah:
Aset Ijarah xxxxxx
Kas/Utang xxxxxx
2. Penyusutan, jika aset ijarah tersebut dapat disusutkan/diamortisasi maka penyusutan atau amortisasinya diperlakukan sama untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomisnya). Jika aset ijarah untuk akad jenis IMBT maka masa manfaat yang digunakan untuk menghitung penyusutan adalah periode akad IMBT.
Jurnalnya adalah:
Biaya Penyusutan xxxxxx
Akumulasi Penyusutan xxxxxx
3. Pendapatan Sewa, diakuai pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa pada akhir periode pelaporan. Jika manfaat telah diserahkan tapi perusahaan belum menerima uang, maka akan diakui sebagai piutang pendapatan sewa dan diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan.
Jurnalnya adalah:
Kas/Piutang Sewa xxxxxx
Pendapatan Sewa xxxxxx
4. Biaya Perbaikan Objek Ijarah, adalah tanggungan pemilik, tetapi pengeluarannya dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
a. Jika perbaikan rutin yang dilakukan oleh penyewa dengan persetujuan pemilik maka diakui sebagai beban pemilik pada saat terjadinya.
Jurnalnya adalah:
Biaya Perbaikan xxxxxx
Utang xxxxxx
b. Jika perbaikan tidak rutin atas objek ijarah yang dilakukan oleh penyewa diakui pada saat terjadinya.
Jurnalnya adalah:
Biaya Perbaikan xxxxxx
Kas/Utang/Perlengkapan xxxxxx
c. Dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan objek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek ijarah.
Jurnalnya adalah:
Biaya Perbaikan xxxxxx
Kas/Utang/Perlengkapan xxxxxx
5. Apabila dalam masa sewa diketahui terjadi penurunan kualitas objek sewa bukan disebabkan tindakan/kelalaian penyewa yang mengakibatkan jumlah cicilan yang telah diterima lebih besar dari nilai sewa yang wajar.
Jurnalnya adalah:
Beban pengembalian kelebihan penerimaan sewa xxxxxx
Kas/Utang kepada penyewa xxxxxx
6. Perpindahan Kepemilikan Objek Ijarah dalam Ijarah Muntahiya bit Tamlik dapat dilakukan dengan cara:
a. Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban.
Jurnalnya adalah:
Beban Ijarah xxxxxx
Akumulasi Penyusutan xxxxxx
Aset Ijarah xxxxxx
b. Penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Jurnalnya adalah:
Kas/Piutang xxxxxx
Akumulasi Penyusutan xxxxxx
Kerugian xxxxxx
Keuntungan xxxxxx
Aset Ijarah xxxxxx
*jika nilai buku lebih besar dari harga jual
**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual
c. Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah dakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Jurnalnya adalah:
Kas xxxxxx
Kerugian xxxxxx
Akumulasi Penyusutan xxxxxx
Keuntungan xxxxxx
Aset Ijarah xxxxxx
*jika nilai buku lebih besar dari harga jual
**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual
d. Jika penyewa berjanji untuk membeli tetapi kemudian membatalkan, dan nilai wajar obyek sewa lebih rendah dari nilai buku dan dibebankan kepada penyewa /lessor:
Jurnalnya adalah:
Piutang kepada penyewa xxxxxx
Akumulasi penyusutan aset ijarah xxxxxx
e. Jika penyewa tidak berjanji untuk membeli dan kemudian memutuskan untuk tidak membeli, dan nilai wajar obyek sewa lebih rendah dari nilai buku maka penurunan nilai buku tersebut diakui sebagai kerugian:
Jurnalnya adalah:
Beban penyusutan aset ijarah xxxxxx
Akumulasi penyusutan aset ijarah xxxxxx
B. Leasing syariah hak sewa guna usaha
Akuntansi untuk Pemberi Penyewa (Musta’jir)
1. Beban Sewa, diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
Jurnalnya adalah:
Beban Sewa xxxxxx
Kas/Utang xxxxxx
Untuk pengakuan sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima.
2. Biaya Pemeliharaan Objek Ijarah, yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan objek ijarah secara bertahap, biaya pemeliharaan objek ijarah yang menjadi beban penyewa akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan objek ijarah.
Jurnalnya adalah:
Beban Pemeliharaan Ijarah xxxxxx
Kas/Utang/Perlengkapan xxxxxx
Jurnal pencatatan atas biaya pemeliharaan yang menjadi tanggungan pemberi sewa tapi dibayarkan terlebih dahulu oleh penyewa.
Jurnalnya adalah:
Piutang xxxxxx
Kas/Utang/Perlengkapan xxxxxx
3. Apabila dalam masa sewa diketahui terjadi penurunan kualitas objek sewa yang bukan disebabkan tindakan/kelalaian penyewa yang mengakibatkan jumlah cicilan yang telah diterima lebih besar dari nilai sewa yang wajar.
Jurnalnya adalah:
Kas/Piutang lessor xxxxxx
Pendapatan kelebihan pembayaran sewa xxxxxx
4. Perpindahan kepemilikan, dalam ijarah muntahiya bit tamlik dapat dilakukan dengan cara:
a. Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang diterima.
Jurnalnya adalah:
Aset Nonkas (Eks Ijarah) xxxxxx
Keuntungan xxxxxx
b. Pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati.
Jurnalnya adalah:
Aset Nonkas (Eks Ijarah) xxxxxx
Kas xxxxxx
c. Pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang disepakati.
Jurnalnya adalah:
Aset Nonkas (Eks Ijarah) xxxxxx
Kas xxxxxx
d. Pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya perolehan objek ijarah yang diterima.
Jurnalnya adalah:
Aset Nonkas (Eks Ijarah) xxxxxx
Kas xxxxxx
Utang xxxxxx
Contoh soal leasing syariah hak sewa guna usaha
Transaksi (dalam ribuan rupiah)
|
Pemberi Sewa (Lessor)
|
Penyewa (Lessee)
|
Tgl. 2 Januari 2007 Pemberi sewa dan penyewa menandatangani akad ijarah atas mobil selama 3 tahun. Disepakati bahwa pembayaran dilakukan setiap bulan sebesar Rp 12.500.
Pemberi sewa membeli mobil yang disewakan sebesar Rp 150.000 dari PT. B
|
Saat pembelian asset dari PT.B :
Aset Ijarah Rp 150.000
Kas Rp 150.000
Saat menerima pendapatan dari penyewa:
Kas Rp 12.500
Pendapatan Sewa Rp 12.500
|
Beban Sewa Rp 12.500
Kas Rp 12.500
|
Setiap penerimaan pendapatan sewa pada awal bulan
|
Kas Rp 12.500
Pendapatan Sewa Rp 12.500
|
Beban Sewa Rp 12.500
Kas Rp 12.500
|
Pada akhir dilakukan alokasi untuk beban depresiasi selama 5 tahun sesuai manfaat mobil dengan metode garis lurus.
|
Beban Penyusutan Rp 12.500
Akm. Penyusutan Rp 12.500
| |
Penyajianpada akhir tahun pertama untuk asset ijarah
|
Asset Ijarah Rp 150.000
Akm. Penyusutan Rp 30.000
Rp 120.000
| |
Pada saat akhir kontrak asset ijarah dikembalikan kepada pemberi sewa, sehingga dibuatkan ayat jurnal reklasifikasi.
|
Asset Nonkas
(Eks Ijarah) Rp 150.000
Aset Ijarah Rp 150.000
|
Demikian pembahasan artikel mengenai leasing syariah hak sewa guna usaha, semoga dengan pemahaman artikel ini anda semakin memahami tentang akuntansi untuk leasing syariah hak sewa guna usaha. Terimakasih atas kunjungannya di blog ini, sampai ketemu di topik pembahasan yang berbeda dan semoga bermamfaat.
Leasing Syariah Hak Sewa Guna Usaha
Reviewed by Admin
on
03 Mei
Rating: