Bank Syariah Serta Jenis Produknya


Bank Syariah Serta Jenis Produknya


Selamat bertemu dalam topik pembahasan bank syariah serta jenis produknya di sajikan untuk tujuan pembelajaran yang lebih memadai. Semoga dengan topik pembahasan bank syariah serta jenis produknya dapat menambah wawasan pembaca dan bermamfaat, berikut ini pembahasannya. Bank Syariah merupakan bank yang dalam aktivitasnya untuk mobilisasi dan dana maupun dalam peranan modalnya mendasarkan atas prinsip jual beli dan bagi hasil. Di tetapkannya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan diantaranya mengatur tentang perbankan Islam di Indonesia. Serta mengacu pada pasal-pasal terkandung di dalamnya yang mengatur perbankan dengan sistem bagi hasil, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah no.72 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Peraturan ini akan menjadi petunjuk operasional untuk menjelaskan beberapa hal penting yang berkaitan dengan bank dengan prinsip bagi hasil yang dijelaskan di dalam undang–undang no.7.


Pengertian bank syariah

Pengertian Bank Syariah – Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yang maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1998 Bank Syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. 
Baca juga: Leasing syariah hak sewa guna usaha.


Jenis Produk perbankan syariah
 
Produk perbankan syariah secara garis besar yaitu: 
I. Produk Penyaluran Dana
II. Produk Penghimpunan Dana 
III. Produk Jasa Perbankan.

Penjelasannya: 

I. Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana pada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya. 

Pembagian penyaluran dana, yaitu:

1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dengan prinsip jual beli. 
2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan prinsip sewa. 
3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Bank syariah serta jenis produknya - Pada kategori pertama dan kedua tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang mengguna­kan prinsip sewa yaitu ijarah. Pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank di­tentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prin­sip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati bersama terlebih dahulu. Produk per­bankan yang dimaksud dalam kelompok ini adalah musyara­kah dan mudharabah.

a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menja­di bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti:

1. Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai muraba­hah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah adalah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli pihak bank dari pemasok di­tambah keuntungan yang diharapkan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran, dan harga jual dicantumkan da­lam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

2. Salam
Salam adalah transaksi jual beli yang mana barang yang diper­jual belikan belum tersedia. Untuk itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam trans­aksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan bar­ang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasa­bah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai maupun secara cicilan. 

Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjual­nya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridg­ing financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berla­kunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali.

Ketentuan umum Salam:
Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya dengan jelas untuk jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah barang. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah harus bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
Bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau di­pesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan dan mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.

3. Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Skim istishna dalam bank syar­iah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

Ketentuan umum

Spesifikasi barang pesanan harus jelas untuk jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati di­cantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah sela­ma berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pe­sanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditang­gung nasabah.

Prinsip Sewa (Ijarah)

Bank syariah serta jenis produknya - Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat, jadi dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perban­kan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik atau sewa yang dii­kuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyara­kah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara ber­sama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah se­mua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dima­na semua belah pihak memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Bentuk kontribusi yang bekerjasa­ma dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

Ketentuan umum:
Semua modal disatukan dan dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal ber­hak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah, pemilik modal tidak boleh melakukan tindak­an berikut:
a. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
c. Memberi pinjaman kepada pihak lain.

Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau di­gantikan oleh pihak lain.
Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
1. Menarik diri dari perserikatan
2. Meninggal dunia,
3. Menjadi tidak cakap hukum.

Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad dan setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana terse­but bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

b. Mudharabah
Terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudhara­bah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih, pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama de­ngan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab un­tuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan se­bagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola mo­dal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah ada pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantaranya. Dalam mudharabah modal ha­nya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah mo­dal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan mudhar­abah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Untuk itu setiap pihak ha­rus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama, dan setiap usaha dari setiap pihak yang melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan hanyalah akan me­rusak ajaran Islam.


Ketentuan umum

Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara, yaitu: 
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing). 
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, untuk setiap bulan atau waktu periode yang disepakati. Bank sebagai pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan maupun kecurangan dan penyalahgunaan dana. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah mengingkari janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewa­jiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.


Mudharabah Muqayyadah

Karakteristik mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas, letak perbedaannya adalah terletak pa­da adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan per­mintaan pemilik modal.

Akad Pelengkap

Bank syariah serta jenis produknya, untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya di­perlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap yang dimaksud tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk mem­permudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diboleh­kan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan un­tuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini seke­dar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang, dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat me­lanjutkan usahanya. Dan pihak Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Misalnya seo­rang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan berikutnya. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya, dan Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

b. Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pem­bayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Kriteria barang yang digadaikan adalah:
1. Milik nasabah sendiri.
2. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya berdasarkan harga riil pasar.
3. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. 
Atas izin bank nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan, dan apabila barang yang digadaikan mengalami kerusakan maka nasabah harus bertanggung jawab. Apabila nasabah wanprestasi maka bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim, dan nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan persetujuan pihak bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka ke­lebihan tersebut menjadi milik nasabah dan apabila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya nasabah menutupi dari keku­rangannya.

c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang, dan aplikasi qardh dalam perbankan ada empat hal, yaitu:
1. Sebagai pinjaman talangan haji, nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Nasabah akan melunasinya sebelum ke­berangkatannya ke haji.
2. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengem­balikannya sesuai waktu yang ditentukan.
3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, menurut perhitungan bank akan memberatkan pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil. 
4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, bank me­nyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya se­cara cicilan melalui pemotongan gajinya.

d. Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus ada cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apa­bila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyakarah.
Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan tersebut karena force majeure menjadi tang­gung jawab nasabah.
Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-­masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa persetujuan dengan bank yang lain kecuali dengan seizin nasabah. Tugas dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank, dan setiap tugas yang dilakukan ha­rus mengatas namakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya pihak bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama, dan pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.

e. Kafalah (garansi bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat memberikan syarat kepada nasabah untuk menempatkan sejumlah dana un­tuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank juga dapat menerima dana tersebut dengan prinsip wadi ah, dan pihak bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikannya.


II. Produk Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan juga deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi ah dan mudharabah.

Prinsip Wadiah

Prinsip Wadi’ah yang diterapkan adalah wadi ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perban­kan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, yaitu nasabah bertindak seba­gai peminjam uang, dan bank bertindak sebagai pemberi pinjaman. Seperti yang dilakukan Zubair bin Awwam ketika menerima titipan uang di jaman Rasulullah SAW.

Ketentuan umum dari  Wadiah adalah:
Bank syariah serta jenis produknya, keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan juga tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai sua­tu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
Bank membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang sebenarnya.
Ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan masih berlaku selagi tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Prinsip Mudharabah

Bank syariah serta jenis produknya, untuk mengaplikasikan prinsip mudharabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib yang disebut pengelola. Dana tersebut diguna­kan bank untuk melakukan pembiayaan murabahahatau ijarah seperti yang telah dijelaskan. Dana terse­butdapat juga digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudhara­bah, dan hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disetujui bersama. Untuk hal bank menggunakannya untuk mela­kukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna jika ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul. Prinsip mud­harabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan juga deposito berjangka.

Prinsip mudharabah terbagi tiga berdasarkan kewenangan:

a. Mudharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berda­sarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan umum Mudharabah mutlaqah adalah:
Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan; maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti de­posito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpan­jangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru. Ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bersebrangan dengan prinsip syariah.

b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restrict­ed investment), pemilik dana dapat menetapkan syarat­-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disya­ratkan digunakan untuk bisnis tertentu.

Karakteristik jenis Mudharabah Muqayyada:
Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus di­ikuti oleh bank wajib membuat akad yang mengatur persyarat­an penyaluran dana simpanan khusus.
Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara resiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah ada kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad, dan sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus, dan bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.

c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, bank ber­tindak sebagai perantarayang mempertemukan an­tara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pe­laksana usahanya.

Karakteristik jenis simpanan Mudharabah Muqayyadah:
Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus, bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya, dan simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif. Dana simpanan khusus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana dan Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Untuk pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil

Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ti­dak ditujukan untuk mencari keuntungan tetapi un­tuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Walau tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluar­kan untuk melaksanakan akad ini, dan besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

Wakalah (Perwakilan)

Wakalah dalam perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melaku­kan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.


III. Jasa Perbankan

Bank syariah serta jenis produknya, jasa perbankan adalah produk yang berkaitan dengan jasa yang diberi­kan perbankan kepada nasabahnya. Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa maupun keuntungan. 

Jasa perbankan antara lain:
1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Prinsip jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf, dimanan jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahan­nya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Pihak Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
2. ljarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarahdiantaranya penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen dan pihak Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut. 



Prinsip Bank Syariah

Bank syariah serta jenis produknya, prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. 

Shiddiq: memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, dengan nilai ini pengelolaan diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
Tabligh: secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mendidik masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mendidik masyarakat untuk manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.
Amanah: menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi (mudharib).
Fathanah: memastikan bahwa pegelolaan bank adalah secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatan dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah)


Tujuan Bank Syariah
 

Bank syariah serta jenis produknya, Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam saat ini. Hal yang sangat menggembirakan bahwa belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan membangun model teori ekonomi yang bebas dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan. Maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan syariah didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275). Dalam sistem bunga bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga (Zaenul Arifin, 2002: 39-40).


Fungsi Bank Syariah
 

Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi bank syariah untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, kedua fungsi bank syariah untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga fungsi ketiga bank syariah untuk memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
 

1. Fungsi Bank Syariah untuk Menghimpun Dana Masyarakat 
Bank syariah serta jenis produknya, fungsi bank syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah mengumpulkan atau menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-mudharabah. 

Al-wadiah adalah akad antara pihak pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama menitipkan dananya kepada bank dan pihak kedua, bank merima titipan untuk dapat memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan dalam islam. Al-mudarahbah merupakan akad antara pihak pertama yang memiliki dana kemudian menginvestasikan dananya kepada pihak lain yang mana dapat memanfaatkan dana yang investasikan dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan dalam syariat islam.

2. Fungsi Bank Syariah sebagai Penyalur Dana Kepada  Masyarakat
Bank syariah serta jenis produknya, masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah, dalam hal ini bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank syariah atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya.

Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha. Dalamakad jual beli, maka return yang diperoleh bank atas penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin keuntungan. Margin keuntungan merupakan selisih antara harga jual kepada nasabah dengan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja sama usaha adalah bagi hasil.

3. Fungsi Bank Syariah memberikan Pelayanan Jasa Bank
Bank syariah serta jenis produknya, Bank syariah memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah diantaranya jasa pengiriman uang (transfer), pemindah bukuan, penagihan surat berharga dan lain-lain. 


Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang memuaskan nasabah, pelayanan yang dimaksud ialah pelayanan jasa yang cepat dan akurat. Harapan nasabah dalam pelayanan jasa bank ialah kecepatan dan keakuratannya, untuk itu Bank syariah berlomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk layanan jasanya. Dari pelayanan jasa tersebut bank syariah mendapat imbalan berupa fee. 
Baca juga: Leasing syariah hak sewa guna usaha.

Demikian pembahasan artikel mengenai bank syariah serta jenis produknya, semoga dengan pemahaman artikel ini anda semakin memahami tentang akuntansi untuk bank syariah serta jenis produknya. Terimakasih atas kunjungannya dan semoga bermamfaat.

Bank Syariah Serta Jenis Produknya Bank Syariah Serta Jenis Produknya Reviewed by Admin on 17 Maret Rating: 5